[Top News] BPOM: Daftar Susu Terkontaminasi hanya Ada di IPB

Jumat, 11 Februari 2011

JAKARTA--MICOM: Secara teknis mustahil bagi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memberikan informasi merek susu formula (sufor) terkontaminasi bakteri Enterobacter sakazakii (ES) ke pada publik.

Tuntutan itu, menurut BPOM, lebih tepat dialamatkan ke Institut Pertanian Bogor (IPB), sebagai satu-satunya institusi yang mengantongi data hasil penelitian produksi susu tercemar bakteri ES tersebut.

"Biar BPOM dikejar-kejar tiap hari, kalau datanya memang tidak ada pada kita, apa yang mau kita kasih?" kata Deputi Keamanan Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Roy Sparingga, ketika berbincang dengan Media Indonesia melalui sambungan telepon, Jumat (11/2).

Seluruh data merek susu terkontaminasi, kata Roy, hanya digenggam oleh IPB. Selaku lembaga pendidikan ilmiah yang independen dan memiliki reputasi baik, tentunya IPB menyadari, tidak ada peraturan yang mewajibkan proses riset ilmiah yang dilakukan suatu universitas, selalu harus dilaporkan ke Kemenkes atau BPOM.

Pasalnya model riset yang dilakukan IPB adalah kajian yang sangat bersifat akademis dan ditujukan hanya untuk memperkaya dunia keilmuan. Tentu saja sangat jauh berbeda tujuannya dengan penelitian berbentuk survailance (pengawasan) yang ditujukan untuk melindungi kesehatan masyarakat.

Kajian Fakultas Kedokteran Hewan IPB terhadap 22 sampel susu, yang diberi judul Potensi Kejadian Meningitis pada Mencit Neonatus Akibat Infeksi Enterobacter sakazakii yang Diisolasi dari Makanan Bayi dan Susu Formula, hanya bertujuan untuk meneliti karasteristik bakteri dan mencari tipe-tipe strain dari bakteri ES. Sedangkan penelitian bersifat pengawasan hanya sekedar untuk mencari apakah suatu produk telah terkontaminasi bakteri atau tidak.

Lantaran memiliki tujuan berbeda, metodologi penelitian IPB sebagai lembaga ilmiah dan BPOM sebagai lembaga pengawas tentunya juga berbeda.

Sampel yang diambil sebagai bahan penelitian oleh IPB, dinilai tidak layak mewakili kondisi keamanan produk di pasaran karena sampel yang diambil terlalu sedikit.

Karena itu, kata Roy, Kemenkes dan BPOM praktis tidak berdaya untuk memaksa IPB sebagai institusi akademis agar menyerahkan hasil riset mereka, karena riset ini memang bukan ditujukan untuk tujuan survailance.

Kendati demikian, tambah diai, ketika hasil penelitian itu dipublikasikan melalui website IPB (www.ipb.ac.id) pada 17 Febuari 2008, BPOM sontak melakukan koordinasi dengan universitas yang bertempat di Bogor, Jawa Barat itu untuk saling tukar menukar informasi data.

Namun menurut keterangan Roy, saat itu otoritas kampus hanya memberikan data metodologi penelitian dan tidak bersedia membeberkan merek susunya.

Laporan IPB segera ditindaklanjuti BPOM dengan melakukan uji petik terhadap 96 sampel dari berbagai merek susu di pasaran pada Maret 2008.

Keseluruhan sampel yang diambil merupakan merek sufor yang telah teregistrasi di BPOM, baik produk lokal maupun impor. Dari seluruh sampel yang diambil, semuanya negatif mengandung bakteri ES.

Dihubungi terpisah, Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI), Marius Widjajarta, mendesak agar IPB segera mengumumkan produk sufor tercemar ke masyarakat. "Masyarakat sudah resah, apa sih beratnya memberikan laporan sufor itu ke masyarakat?" tandasnya.

Bagi Marius, dengan telah memasukan hasil penelitian ke dalam website yang dapat dengan mudah diakses publik, maka IPB harus bertanggung jawab untuk juga menyebutkan merek ke masyarakat yang sudah terlanjur resah.

Menurut Marius, tim peneliti IPB kala itu, yang beranggotakan antara lain, Dr Sri Estuningsih, Drh.Hernomoadi Huminto, Dr I Wayan T Wibawan dan Dr. Rochman Naim harus bertanggung jawab dan segera memberikan penjelasan pada publik yang resah.

Jangan pada lari dan ngumper begini," tuturnya.

Saat dimintai konfirmasi, telepon genggam Rektor IPB Herry Suhardiyanto, sedang tidak aktif. Begitu pula dengan telepon gengam anggota peneliti Dr Sri Estuningsih.

Sebelumnya, Kepala Kantor Hukum dan Organisasi Dedi Muhammad Tauhid berdalih, pihaknya belum bisa memberikan keterangan lantaran hingga 10 Februari 2011, IPB belum menerima "release" pemberitahuan putusan MA untuk menyebutkan merek sufor tersebut dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai pengadilan tingkat pertama yang memutus perkara.

0 komentar:

Posting Komentar

Labels

Followers

SILAHKAN TINGGALKAN PESAN DI SINI